Minggu, 29 Desember 2013

ALIRAN NICHIREN SHOSHU DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA



Oleh : Izzat.mg || Mahasiswa UIN Jkt
BAB I
PENDAHULUAN
Mencari kebenaran adalah fitrah bagi manusia. Sejak dilahirkan ke dunia, manusia akan terus mencari, mempelajari dan berusaha untuk memahami segala sesuatu yang ada di sekalilingnya, keadaan tersebut terus berlanjut hingga saat ini, setiap generasi yang telah lalu akan dilanjukan oleh generasi sesuadahnya, dan semua hal itu dilakukan hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk mendekati sesuatu yang dinamakan kebenaran. Tak jarang generasi yang baru menemukan sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang telah ditemukan oleh generasi sebelumnya. Yang kemudian memicu timbulnya perpecahan perpecahan.
Begitu juga dengan agama, dalam perkembangannya dia tidak terhidar dari apa yang namanya perbedaan
dan perpecahan. Faktanya bahwa hampir keseluruhan dari semua agama yang tercatat dalam sejarah perdaban manusia telah/pernah terpecah menjadi beberapa aliran. Begitu pula dengan Agama Buddha, dalam perjalanannya dia telah terpecah menjadi banyak sekte yang beberapa diantaranya telah bertahan dan bahkan mampu menunjukkan eksistensinya dalam kancah peradaban manusia pada zaman post moderen ini.
Salah satu dari sekte-sekte yang disebutkan di atas adalah sekte NICHIREN. Sekte tersebut berasal dari negeri jepang dan merupakan salah satu pecahan dari aliran Buddha Mahayana yang berkembang dengan pesat di daerah Asia bagian timur (China, Korea dan Jepang). Aliran Nichiren didirikan (dalam bentuk sebuah organisasi) pada pertenganhan abad ke-13 M. oleh Nikko Shonin yang merupakan murid utama dari Nichiren Daishonin. Dan kemudian masuk dan mulai berkembang di Indonesia kira-kira pada tahun 1950 M.
Ajaran Nichiren Shoshu bersumber kepada salah satu sutra, yaitu saddharma pundarika sutra (bagian dari Sutta Pitaka). Pada tahun 1977 pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Agama telah menerbitkan kitab sucinya dengan judul Saddharma Pundarika[1] atau Ajaran Dharma Teratai. Pada masa awal perkembangannya muncul pertentangan antara NSI (Nichiren Shoshu Indonesia) dengan WALUBI (Perwlian Agama Buddha Indonesia). Sebagai satu-satunya wadah bagi umat Buddha di Indonesia, WALUBI mempermasalahkan inti ajaran dari NSI yang hanya merujuk pada Saddharma Pundarika Sutra dan mengabaikan sutra-sutra lainnya (Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abidhamma Pitaka).


 BAB II
PEMBAHASAN
A.                SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN NICHIREN SHOSHU
Nichiren Shoshu merupakan salah satu dari sekian banyak sekte agama Buddha Mahayana (aliran Buddha yang berkembang pesat di daerah Asia Timur). Sekte tersebut muncul di Jepang sekitar abad ke-13 M. kemunculannya bertujuan untuk mengingkari sekaligus meluruskan kembali semua sekte lain yang muncul sebelumbnya dan berkembang di jepang (Zen/Cha’n, Amida, Nembutsu dsb.), dengan kata lain, sebagai antitesa terhadap sekte-sekte lainnya. Menurut sebagian ahli, Sekte ini adalah hasil dari sinkretitasi antara agama Buddha dan Sintho. Karena di dalamnya banyak dijumpai dewa-dewa yang disembah dalam agam Sintho.
Sekte Nichiren Shoshu didirikan oleh Nichiren Daishonin (1222-1282) pada pertengahan abad ke-13 M., tepatnya pada 21 April 1253. Asal mulanya adalah pengembangan dari sekte Tendai (T’ien T’ai)[2]. Sebuah sekte dari Buddha aliran Mahayana, didirikan di cina oleh Mahaguru Tien Tai, Chih-i (Tendai Daishi, 538-597). Sekte tersebut Menjadikan Saddharma Pundarika Sutta (tiongkok; Miao Hua Lien Hwa Cing, jepang; Hokkekyo, Ind.; Sutra Teratai, Ing.; Lotus Sutra) sebagai ajaran pokoknya. Kemudian aliran tersebut dibawa dan disebarluaskan ke jepang oleh Saicho atau Mahaguru Dengyo[3] (Dengyo Daishi, 767-822) pada abad ke-8 Masehi. Di Jepang, sekte ini juga dikenal dengan nama Hokke-Shu atau Sekte Sutra Teratai.
I.                   Riwayat Hidup Nichiren Daysonin
Nichiren Daishonin dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222. Ayahnya adalah Mikuni-no-Tayu Shigetada, atau juga dikenal dengan nama Nukina Shigetada Jiro (w. 1258 M) dan Ibunya bernama Umegiku-nyo (w. 1267 M). Keluarganya Merupakan keluarga nelayan miskin yang tinggal di desa kecil Kominoto, di daerah Tojo distrik Nagase propinsi Awa (saat ini termasuk Prefecture Chiba)[4]. Saat dilahirkan orang tuanya memberinya nama Zennichimaro, yang berarti “matahari yang hebat” atau “anak sang matahari yang berbudi tinggi”. Dalam sebuah keterangan dikatakan bahwa ayahnya adalah keturunan seorang Samurai yang diasingkan karena usrusan politik[5]. Namun dalam keterangan lain, Nichiren Daishonin menyebut dirinya sebagai Putera dari keluarga Chandala[6] (Sanskrit; kasta paling rendah/golongan yang termarginalkan) yang tinggal di dekat laut di daerah Tojo Propinsi Awa, di pedesaan terpencil di bagian timur Jepang.
Pada usia 12 tahun, Zennicimaro meninggalkan keluarganya untuk mempelajari Hukum agama Buddha dibawah bimbingan seorang bhikku yang bernama Dozenbo, kepala dari kuil aliran Tendai yang bernama Seicho-ji (juga dikenal dengan nama Kiyosumi-dera) yang terletak di dekat desa Kominoto. Di usianya yang ke-15 dia memotong rambutnya menjadi seorang Samanera dengan bimbingan bhikkhu Dozenbo dengan nama baru, yaitu Zensho-bo Rencho. Sejak saat itu dia semakin memperdalam pengetahuannya tentang agam Buddha, hingga akhirnya tidak seorangpun bikkhu-di kuil tempat dia belajar- mampu menjawab persoala-persoalan yang dia ajukan, termasuk gurunya sendiri, yakni bikkhu Dozenbo. Akhirnya pada usia yang ke-17 Rencho berinisiatif untuk mencari sendiri jawaban dari persoalan-persoalan tadi dengan cara berkelana ke kuil-kuil (sekte) lain dan mempelajari agama buddha secara lebih mendalam.
Pertama-tama Rencho pergi ke kota kamakura pada tahun 1241, dan belajar di perpustakaan kuil Hachimanguji[7]. Saat itu kamakura merupakan menjadi pusat peradaban dan kebudayaan kedua di jepang selain kota Kyoto. Rencho tidak tinggal lama di daerah itu, karena ia menemukan bahwa daerah tersebut tidak dibangun diatas pilar-pilar ajaran agama Buddha Sakyamuni. setelah tinggal selama empat bulan, iapun kembali ke kuil Kiyosumi-dera, tempat dia berasal.
Namun ia juga tidak tinggal lama di kuil asalnya. Karena ia sadar bahwa perpustakaan kuil itu terlalu kecil untuk memuaskan keinginannya mendalami agama Buddha.
Pada tahun yang sama (1241), kira-kira pada usianya yang ke-21, ia pergi ke kuil Enryakuji yang merupakan pusat dari sekte tendai di jepang. Kuil itu terletak diatas gunung Hiei (Hieizan) di daerah Kyoto-nara, yang mana pada masa itu daerah tersebut adalah tempat terpenting dalam Buddisme jepang, karena merupakan pusat kegiatan dan pembelajaran agama Buddha[8]. Selain mempelajari agama Buddha di kuil pusat (Enryakuji), ia juga mengunjungi guru-guru, kuil-kuil dan pusat-pusat kegiatan agama Buddha yang ada di sekitarnya.
Setelah belajar selama kurang lebih 11 tahun, Rencho mendapatkan pengertian dan yakin bahwa dari sekian banyak sutra, hanya Sutra Teratai dan mantra Nam-Myoho-Renge-Kyo (adalah inti dari sutra teratai) yang merupakan inti dari semua ajaran-ajaran Budddha Sakyamuni, serta merupakan satu-satunya solusi yang mampu menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan (Dukkha) di zaman Mappo (Mo Fa) atau dimasa akhir dharma. Di awal tahun 1253 Rencho meninggalkan gunung Hiei dan kembali ke Kiyosumi-dera, ke kuil asalnya.
Pada tanggal 20 April 1253 Rencho sampai di kuil Kiyosumi-dera. Ia disambut oleh Gurunya-bhikku Dozenbo-dan murid lain yang lebih tua. Mereka sangat gembira menerima kembalinya Rencho dalam keadaan sehat serta mengagumi perkembangan yang diperoleh dari pusat ajaran agama Buddha Tientai selama ini. Pada keesokan harinya Rencho mengunci dirinya didalam sebuah kamar di dalam kuil untuk bermeditasi selama seminggu.
Pada pagi hari tanggal 28 April 1253, saat itu usianya diperkirakan 31 tahun. Pagi itu ia berdiri di atas tebing bukit Senkozan yang terletak di dekat kuil Kiyosumi-dera, dan untuk pertama kalinya menyebutkan mantra Nam-Myoho-Renge-Kyo sambil menghadap kea arah matahari yang sedang terbit. Saat itulah memantapkan hati dengan keyakinan dan kepercayaan baru serta mengganti namanya dengan Nichi-Ren (nichi; matahari, ren; teratai), yang di kemudian hari dijadikan sebagai nama dasar dari seke tersebut (Nichiren-shu; sekte Nichiren).
Pada hari yang sama Nichiren memberikan ceramahnya yg pertama, di taman Syobucebo (masih di area kuil Kiyosumi-dera), yang dihadiri oleh guru, saudara seperguannya dan para tamu undangan, Nichiren mengkritik ajara-ajaran dari sekte lain, termasuk sekte Nembutsu. Salah satu dari undangan yang hadir adalah Gubernur Tôjô Kagenobu, yang merupakan pendukung fanatik dari sekte Nembutsu. Ia menjadi marah ketika mendengar kritikan Nichiren atas kepercayaannya. Kemudian memerintahkan pasukannya untuk menangkap dan menghukum Nichiren. Namun akhirnya sang bikkhu berhasil meloloskan diri dengan bantuan saudara seperguruannya.
Nichiren kemudian pergi ke Kamakura untuk menyebarkan ajarannya. Ia tinggal di Matsubagayatsu, di distrik pusat kota tersebut. Nichiren terus menyebarkan ajarannya dan selalu mengajak setiap orang yang ditemuinya untuk kembali kepada ajaran Buddha Sakyamuni melalui Sutra Teratai. Di kota ini ia mendapatkan tiga orang murid pertamnya, yaitu Nissho Shonin, Nichiro Shonin dan Nikko Shonin.
Selama tinggal di Kamakura Nichiren semakin banyak mendapatkan pengikut. Namun, selain itu orang yang membencinya juga bertambah. Salah satunya adalah Hojo Shigetoki, salah satu keluarga Hojo yang memiliki pengaruh sangat besar di kota Kamakura. Hal itu dikarenakan, di dalam tulisannya Nichiren mengungkapkan beberapa hal yang menjatuhkan nama keluarga Hojo. Di kemudian hari Hojo Shigetoki menyewa orang untuk membakar tempat pertapaan Nichiren yang menyebabkan nichiren harus mengungsi ke tempat tinggal Toki Tsunenobu di Nakayama di propinsi Shimousa. Dan juga menekan pemerintah setempat untuk mengasingkan Nichiren.
Atas desakan Hojo Shigetoki, pemerintah memutuskan untuk membuang Nichiren ke tempat pengasingan di Ito propinsi Izu (Shizuoka-ke). Pada pagi hari tanggal 12 Mei 1261, Nichiren ditangkap dan dikirim dengan menggunakan kapal dari pantai Yuigahama menuju Ito. Ia ditahan di Ito kira-kira selama satu setengah tahun. Selama tinggal disana dia menghasilkan banyak tulisan, salah satunya adalah Kyoki-jikoku-sho, sebuah tulisan yang berisi tentang Goko atau lima ajaran. Pada tanggal  22 februari 1263 ia dibebaskan dan kembali ke kamakura.
Dari tahun 1264 sampai 1267 Nichiren melakukan perjalanan ke tempat lain untuk menyebarkan ajarannya. Ia melewati propinsi Awa, Kazusa dan Shimousa. Dalam perjalanan itu ia banyak mendapatkan pengikut dan murid, beberapa diantaranya adalah Niko Shonin dan Nitcho. Nichiren kembali ke Kamakura pada awal tahun 1268.
Setelah kembali ke kamakura Nichiren tetap menyebar luaskan ajarannya. Setiap hari semakin banyak penduduk kota Kamakura yang menjadi Pengikutnya. Hal itu membuat penguasa setempat (yang menganut sekte nembutsu) semakin benci kepadanya. Sampai-sampai salah satu penguasa menangkap dia dan hampir menjatuhkan hukuman mati padanya. Tapi akhirnya ia diasingkan dan ditahan di sebuah gubuk yang bernama Sammaido di Tsukahara di pulau Sado pada tanggal 1 November 1271.
Di Tsukahara Nichiren menghasilkan sebuah tulissan yang bernama Kaimokusho. Kemudian ia kirimkan tulisan tersebut kepada Shijo Kingo, muridnya yang menjadi bawahan Hojo Matsutoki, seorang anggota penting dari keluarga Hojo. Kemungkinan hal itulah yang menyebabkan di kemudian hari pada tahu 1274 ia dipindahkan ke tempat yang lebih layak, yaitu di kediaman Kondo Kiyohisa, masih di pulau yang sama, pulau Sado.
Nichiren mendapatkan pengamponan pada tanggal 8 Maret 1274. Ia meninggal-kan pulau sado pada tanggal 13 maret dan kembali ke kota kamakura pada tanggal 16 maret pada tahu yang sama. Nichiren tinggal di Kamakura hanya sekitar lima minggu. Kemudian dengan sedikit pengikut Ia meninggalkan kota tersebut pada tanggal 12 Mei 1274 dan masuk ke pedalaman daerah pegunungan Minobu di daerah Hakii propinsi Kai (Yamanashi-ken) pada tanggal 17 Mei di tahun yang sama. Sejak saat itu Nichiren tidak pernah meninggalkan Minobu Selama Hampir Sembilan tahun, sampai pada saat ia jatuh sakit di tahun 1278. Karena ingin menyembuhkan penyakitnya dengan mandi di sumber mata air panas, ia pergi ke daerah Kakurai di propinsi Hitachi (lbaraki-ken). Ia meninggalkan Minobu pada tanggal 8 September dan tiba di tempat tinggal Ikegami Munenaka di daerah Ikegami di propinsi Musashi (Tokyo) pada tanggal 18 September. Pada tanggal 8 Oktober, ia memilih dari antara murid2nya untuk menjadi penerusnya. Selanjutnya mereka dianakan Rokurôsô atau Enam Murid Senior, yaitu Nisshô Nichirô Nikkô Nikô, Nitchô and Nichiji. Nichiren meninggal di Ikegami pada tanggal 13 October 1282, pada usia enam puluh tahun.
II.                Rokuroso (Enam Murid Utama) Nichiren
1.      Nichiro Shonin (1245 – 1230 )
Nichiro menjadi pengikut Nichiren Shonin pada tahun 1254. Ia merupakan salah satu murid paling setia dan sering juga disebut sebagai ‘murid kesayangan’ Nichiren Shonin. Ketika Nichiren Shonin dibuang ke Izu, Nichiro berusaha mengikutinya dengan cara ikut melompat ke laut. Namun Para samurai berhasil mengusirnya dengan dayung yang mengakibatkan tangan Nichiro menjadi cacat selamanya.
Ketika kembali ke Kamakura pada tahun 1274, Nichiren menugaskan Nichiro untuk memimpin sebuah kuil baru di Hikigayatsu, Kamakura, yang bernama kuil Myohonji. Karena pusat aktivitas Nichiro terletak di Kamakura, garis keturunan Nichiro juga dikenal dengan garis keturunan Hikigaytsu.
Nichiro juga memulai sebuah aula pelatihan di rumah Munenaka Ikegami setelah Nichiren wafat disana pada tahun 1282, yang akhirnya pada tahun 1288 berubah menjadi kuil Honmonji. Pusat administrasi Nichiren Shu saat ini terletak disana. Karena alasan inilah, garis keturunan Nichiro juga disebut garis keturunan Ikegami. Nichiro menunjuk Sembilan Murid Senior (Kurosu) untuk melanjutkan usahanya dalam menyebarluaskan ajaran Nichiren Shonin. Kesembilan murid tersebut antara lain adalah : Nichizo, Nichirin, Nichizen, Nichiden, Nichihan, Nichiin, Nitcho, Nichigyo, and Rokei.
2.      Nikko Shonin (1246-1333)
Nikko (1246-1333) bertemu dengan Nichiren Shonin di kuil Jissoji pada tahun 1257. Pada saat itu Nichiren Shonin sedang merampungkan Rissho Ankoku-ron. Belakangan, Nikko memiliki banyak pengikut di propinsi Suruga, Kai, dan Izu. Nichiji (salah satu dari Enam Murid Utama) yang awalnya merupakan murid Nikko sebelum akhirnya menjadi pengikut Nichiren Shonin. Pada bulan September 1285, Nikko mendirikan kediaman tetapnya di Gunung Minobu.
Pada tahun 1291, Nikko pindah ke kota Omosu di Kitayama dimana ia mendirikan kuil Honmonji pada bulan Februari 1298 dengan bantuan dari Nitcho. Dia menghabiskan sisa hidupnya di kuil ini, dan garis keturunannya dikenal sebagai garis keturunan Fuji.
3.      Nissho Shonin (1221-1323)
Nissho (1221-1323) sebelumnya merupakan sesama murid dengan Nichiren Shonin ketika belajar di Gunung Hiei. Meski setahun lebih tua, ia begitu terkesan dengan Nichiren Shonin sehingga bergabung menjadi pengikutnya di Kamakura ketika Nichiren pertama kali berceramah disana pada tahun 1253. Dikatakan bahwa Nissho diadopsi oleh Kanoye Kanetsune, pemimpin ketiga dari keluarga Kanoye, sebuah keluarga bangsawan di Kyoto. Hubungan ini kelak akan mempunyai arti penting dalam penyebar luasan Buddhisme Nichiren.
Setelah peristiwa Tatsunokuchi, Rissho mendirikan kediamannya di Hama, Kamakura. Pada tahun 1284, pertapaan Hamado berubah menjadi kuil Hokkeji. Karena garis keturunan Nissho pertama kali berasal dari Hama, maka dikenal pula dengan sebutan garis keturunan Hama.
4.      Niko Shonin (1253-1314)
Niko (1253-1314) merupakan anak seorang samurai dari Mobara, Kazusa. Ia sedang menjadi pendeta pemula di Gunung Hiei pada saat ayahnya bertemu dengan Nichiren Shonin pada tahun 1265. Ayahnya begitu terkesan sampai ia membawa Niko kembali dari Gunung Hiei untuk menjadi pengikut Nichiren Shonin. Niko kemudian mengajarkan Saddharma Pundarika Sutra di kota kelahirannya Mobara. Tetapi ketika ia mengetahui berita tentang pengasingan Nichiren Shonin, ia mengikuti Beliau ke pulau Sado. Atas alasan inilah ia dikenal sebagai Master Sado.
Setelah wafatnya Nichiren Shonin, Niko mendirikan kuil Myokoji di Mobara. Pada tahun 1285, ia meninggalkan Mobara dan pergi membantu Nikko di Gunung Minobu. Sayangnya, ia dan Nikko tak mampu mempersatukan perbedaan pendapat di antara mereka sehubungan dengan permasalahan tuan Hakii sehingga akhirnya Nikko pergi pada tahun 1288.
Niko kemudian seorang diri bertanggung jawab atas Gunung Minobu, tapi ia sering mengadakan perjalanan kembali ke Mobara. Karena alasan inilah, Niko dianggap sebagai pendiri dua garis keturunan: garis keturunan Mobara dan garis keturunan Minobu. Niko menugaskan muridnya, Nisshin untuk mengurusi Gunung Minobu; dan muridnya yang lain, Nisshu untuk mengurus kuil Myokoji di Mobara. Kuil Myokoji saat ini dikenal dengan kuil Sogenji.
5.      Nitcho Shonin (1252-1317)
Nitcho (1252-1317) merupakan anak angkat dari salah satu pengikut Nichiren Shonin dari kalangan awam, Toki Jonin (1214-1299). Ia adalah pendeta pemula di kuil Guboji di Mama, salah satu kuil Tendai di Shimofusa. Atas rekomendasi ayah angkatnya, Yoki Jonin, ia menjadi pengikut Nichiren Shonin pada tahun 1267. Ia juga ikut menemani Nichiren Shonin dalam pembuangannya ke pulau Sado.
Pada tahun 1278, Nitcho berhasil memenangkan debat melawan kepala pendeta di kuil Guboji dan tak lama kemudian mengambil alih kuil tersebut. Sayangnya, hubungan antara Nitcho dan Yoki Jonin kemudian berakhir. Pada tahun 1292, Nitcho pergi ke Omosu, Kitayana tempat kelahirannya. Di Omosu, ia bergabung dengan Nikko dan membantunya mendirikan kuil Honkonji. Adapun kuil Guboji kemudian diambil alih oleh bekas ayah angkatnya, Yoki jonin yang menjadi menabihkan diri menjadi bikkhu dengan nama Nichijo.
6.      Nichiji Shonin (1250-1305)
Nichiji (1250-1305) juga merupakan putra seorang samurai. Ia menjadi pelajar pemula di kuil Jissoji, dimana Nikko bertemu dengan Nichiren Shonin untuk pertama kalinya. Pada tahun 1270, ia bertemu Nikko dan menjadi pengikutnya. Nikko kemudian membawa Nichiji untuk bertemu dengan Nichiren Shonin di Kamakura, dan mengijinkannya untuk menjadi murid langsung Nichiren Shonin. Pada tahun 1280 ia mendirikan aula pelatihan di Mimatsu, kota kelahirannya. Kelak tempat ini akan berubah menjadi kuil Reneiji.
Setelah wafatnya Nichiren Shonin, ia memutuskan berkelana ke luar negeri untuk memenuhi impian gurunya memulihkan kembali ajaran sesungguhnya dari sang Buddha di India dan China. Pada tanggal 13 Oktober 1294, ia menghadiri upacara peringatan wafatnya Nichiren Shonin untuk yang terakhir kalinya. Pada tanggal 1 januari 1295 ia memulai perjalanannya ke Cina. Ia diyakini meninggal di Senka, Cina. Nichiji tidak memiliki garis keturunan, tetapi ia dikenang sebagai missionaris oleh Nichiren Shu.
B.            AJARAN DASAR NICHIREN DAISHONIN
Nichiren Daishonin melakukan pembaharuan yang radikal terhadap ajaran-ajaran dari seluruh sekte yang ada, kecuali pada sekte Tendai, ia tidak menolak ajarannya secara keseluruhan. Karena alirnnya memang berdasar dari ajaran Buddha Sakyamuni melalui jalur sekte Tientai.
Salah satu ajaran-ajaran pokok dari Nichiren Daysoni adalah tentang Tiga Hukum Rahasia Agung, adapun perinciannya sebagai berikut :
I.              Tiga Hukum Rahasia Agung (san dai hi ho)
Lima aksara Myo-Ho-Ren-Ge-Kyo adalah Intisari Ajaran yang penting dari Penerangan yang dicapai oleh Buddha Sakyamuni Abadi. Ketika manusia dapat menyadari hal ini, maka ia juga dapat mencapai tingkatan yang sama sebagai Buddha Sejati. Kandungan dasar dari mantra tersebut adalah Honmon no Daimoku, Honmon no Honzon (Gohonzon) dan Honmon no Kaidan[9].
1.             O’Daimoku
Daimoku adalah bahas jepang yang berarti judul. Judul yang dimaksudkan di sini adalah judul dari Sutra Teratai, yaitu Saddarma Pundarika Sutra. Saddharma memiliki arti Dharma Sejati. Sedangkan Pundarika berarti Bunga teratai. Di indonesi biasa disebut dengan Hukum Gaib Sutra Bung Teratai.
Nichiren Shonin mengajarkan kepada para pengikutnya untuk selalu menyebut mantra Nam-Myoho-Renge-Kyo (judul Sutra teratai versi bahasa jepang). Secara harfiah arti dari mantra Nam-Myoho-Renge-Kyo adalah sebagai berikut : Nam berarti aku pasrah, Myoho berarti Hukum Gaib, Renge berarti Teratai, Kyo berari ajaran Buddha (Suttra). Jadi jika dirangkap, maka akan menjadi “aku mengabdikan diri pada hukum alam yang diajarkan di dalam Surta Teratai”.
Adapun kandungan makna yang lebih spesifik adalah “aku mengabdikan diriku terhadap kebenaran falsafah hidup yang tak terlukiskan kedalaman dan keindahannya yang dijelaskan di dalam Sutra Teratai yang mengandung ajaran Buddhisme yang paling luhur”[10].
Berdasarkan pengertian tersebut Nchiren berkesimpulan bahwa hanya dengan hidup yang selaras dan menyatu dengan alam, maka manusia bisa mendapatkan kebahagiaan tertinggi, kebahagiaan mutlak yang tak tergoyahkan, atau biasa disebut dengan Alam ke-Buddha-an.
2.             GoHonzon (Mandala Agung)
Meupakan Tulisan Nichiren Daishonin, dari “Ho’on Jo”, salah satu dari Tiga Hukum Rahasia Agung. Go adalah suatu awalan kehormatan yang bisa dihilangkan tanpa merubah arti kata. Hon mempunyai makna akar, fundamental, asal muasal, yang terutama, atau yang terunggul. Son atau Zon berarti yang dimuliakan atau yang terhormat. Bisa dikatakan Gohonzon adalah objek pemujaan yang dijadikan sebagai pusat pengarahan konsentrasi dalam bermeditasi. Akan tetapi, istilah “objek pemujaan” tidak dipakai oleh Nichiren, karena bermakna terlalu dangkal dan tanpa perasaan, suatu istilah yang digunakan untuk Gohonzon adalah “Yang Paling Mulia di dunia ini”.
3.             Kaidan
Kaidan secara harfiah berarti sebuah balai/tempat untuk membabarkan ajaran Buddha. Sekaligus menjadi tempat bagi para calon Bikkhu menerima pengajaran dan melakukan sumpah setia kepada sang Buddha.
Dalam ajaran Nichiren Daishonin, Kaidan memiliki arti yang lebih luas. Kaidan (disebut sebagai Honmon no Kaidan) dimaksudkan sebagai tempat dimana para pengikut Nichiren melakukan pemujaan, menyebut mantra Odaimoku. Dimana semua orang dapat menyatakan kebulatan tekad untuk mengubah hidup, memperbaiki diri sendiri dan orang lain. Hal itu dilakukan dengan membersihkan diri dari karma yang menyedihkan dengan peranara kekuatan Daigohonzon yang maha besar.
Sebagaimana dijelaskan pada materi-materi yang telah lalu, ada lima ajaran yang harus dijaga oleh setiap pemeluk agama Buddha. Akan tetapi, dalam ajarannya Nichiren Shonin tidak menekan pada kelima hal tersebut, sebab hal itu lebih menyangkut pada masalah moral daripada ajaran keagamaan. Dalam Nichiren Shu, ajaran yang harus dijaga adalah  menjaga Honzon,  Daimoku  dan   Kaidan.
II.           Filsafat Buddhisme Nichiren
Sebagaimana halnya dengan ajaran-ajaran para Buddha sebelumnya, ajaran Nichiren Shonin juga menitikberatkan terhadap perbaikan etika dan moral, atau-kita mengenalanya sebagai-aksiologi, salah satu kategorisasi filsafat Yunani.
Dalam ajarannya Nchiren menjelaskan tentang filsafat hidup manusia, lebih jelasnya tentang jalan yang harus ditempuh manusia untuk dapat terlepas dari karma dan bisa mencapai Nibbana.
1.      Hubungan Antara Budi dan Zat Dalam Jasad
Ajaran yang pertama adalah mengajarkan tentang Hubungan antara Budi dan Zat dalam tubuh manusia, yang mana dalam penjelasannya menggunnakan istilah-istilah yang khusus. Salah satunya adalah kata shikiho yang berarti semua zat atau semua fenomena fisik. Yang kedua adalah kata shimpo yang berarti kerja pikiran atau cara berpikir. Yang ketiga adalah funi yang menrangkan bahwa kedua hal diatas tidak dapat terpisahkan. Yang keempat adalah shikishin bermakna gabungan dari bagian-bagian pertama shiki-ho dan shim-po funi, dengan kata lain teori tersebut bermaksud untuk menjelaskan adanya keutuhan dari budi dan zat. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa gagasan umum dari teori ini adalah “jiwa itu ada dan meresapi segala sesuatu”. Dalam artian lain, bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki jiwa.
2.       Hubungan Antara Lingkungan dan Jasad
Dalam teori yang kedua ini, Nichiren mengajarkan tentang Soho (sesuatu yang pokok, subyek, atau jasad) dan Eho (obyek atau lingkungan). Ia mengajarkan bahwa Soho dan Eho adlah dua bagian tapi sekaligus juga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena Soho bukanlah “soho” jika tak ada Eho, begitupun sebaliknya.
Jika Soho adalah badan, maka Eho adalah bayangannya. Jika Soho adalah organisme, maka Eho adalah lingkungannya. Begitu juga dengan manusia da alam. Dengan teori ini, Nichiren mengajarkan bahwa manusia haruslah menjalani hidupnya dengan menyelaraskan diri dengan alam, jangan malah merusak lingkungan. karena keduanya adalah satu, dan yang satu itu adalah keduanya.
3.       Roh Semesta
Dalam pembagian jenis makhluk, Nichiren tetap mengikuti pendapat umum agama Buddha, yakni membagi segala sesuatu di alam semesta ke dalam ujo (wujud yang memiliki rasa/kesadaran) dan hijo atau bentuk tanpa rasa/kesadaran. Di teorinya yang ketiga ini, Nichiren mengajarkan bahwa roh semesta meresapi segala sesuatu yang ada di dalamnya.
Ujo dapat mengandung hijo; makhluk-makhluk perasa yang mengandung unsure-unsur tanpa rasa. Dan hijo juga dapat menampilkan sifat perasa, meskipun emosi-emosi dan kesadarannya masih tertidur. Apabila diberi syarat yang tepat, makhluk-makhluq tanpa rasa dapat berkembang menjadi perasa. Karena wujud hayati (kehidupan) dan nirhayati (tanpa kehidupan) adalah wujud sementara.
Kesadaran seorang Buddhist akan peresapan roh semesta pada semua perwujudan baik yang perasa maupun tanpa rasa, akan menuntunnya menuju kesadaran akan kehidupan yang kekal.
4.      Cara Melihat Dunia
Niciren juga mengurai tentang tiga macam cara yang haru dicapai kesadaran manusia dalam memandang dunia :
·         Pengamatan akan bentuk-bentuk sementara atau fenomena material (ketai).
·         Pengamatan akan kehampaan atau fenomena spiritual (kutai).
·         Pngamatan akan sifat hakiki benda-benda atau fenomena esensial (chutai), yang menampakkan dirinya dalam kedua bentuk lainnya.
Teori ini dikenal dengan nama teori en’yu-no-Santai. kata Ku dari Kutai adalah padanan (sinonim) dari katata Sunyata (sanskrit) yang berarti kebenaran. Dalam artian, kata Ku memiliki makna “dunia kebenaran yang mutlak”, takterbatas oleh ke-relatif-an dan melampaui pandangan tentang konsep serta semua gagasan tentang eksistensi dan non-esksistensi.
Masing-masing dari ketiga cara diatas mengandung kedua cara lainnya. Istilah en’yu-no-santai (jenis-jenis pengamatan yang saling mengisi dan melengkapi) secara ringkas menyatakan maksud kesatuannya. Awalnya teori ini dicetuskan oleh Bikkhu Chih-I (538-597), pendiri aliran T’ien T’ai (jepang. Tendai).
5.       Ichinen-Sanzen
Secara harfiah kata Ichinen berarti mikrokosmos. Kata Sanzen dapat menunjang kepada banyak aspek yang berlainan, tapi arti yang dimaksudkan disini adalah totalitas dari semua fenomena atau makrokosmos.
Teori ini juga berasal dari sekte Tendai yang diadopsi dan dikembangk-an oleh Nichiren Daishonin beberapa dekade kemudian. Teori ini membahas tentang gagasan “tiga ribu gagasan dalam satu saat tunggal”. Yaitu gagasan tentang terdapatnya 10 alam ekstensi yang harus dilalui oleh semua mahkluk hidup di setiap masa keidupannya. 
kesepuluh alam tersebut, antara satu dengan lainnya memiliki keterkaitan. Masing-masing mengandung hakikat dirinya dan 9 alam yang lain. Terdapat 10 faktor pokok yang memberi cirri kepada setiap makhluk. Dan setiap makhluk dapat berhubungan dengan 3 lingkungan. Ketika dikalikan jumlah keseluruhannya (10x(1+9)x10x3) menjadi 3000. Jadi di dunia ini terdapat 3000 alam ekstensi. Dari perhitungan itulah tercetus teori tentng “3000 gagasan”.
Istilah Ichinen-Sanzen berarti “jiwa semesta yang terdapat dalam satu saat pikiran tunggal (ichinen) yang mengandung semua alam yang mungkin keberadaannya dalam eksistensi (sanzen)”. Jadi menurut teori ini, segala sesuatu dalam alam semesta saling berkaitan; mikrokosmos memenuhi makrokosmos, dan makrokosmos tersirat dalam setiap mikrokosmos.
Adapun sepuluh alam kehidupan yang disebutkan diatas adalah :
1.      Jigoku-kai (neraka; alam derita),
2.      Gai-kai (kelobaan; alam yang menguasai manusia dengan sifat serakah),
3.      Chikusho-kai (kebinatangan; alam yang menyebabkan manusia dikuasai oleh sifat-sifat binatangnya),
4.      Shura (keberangan; alam yang menguasai manusia dengan sifat persaingan),
5.      Nin-kai (kemanusiaan dan keterntraman; keadaan biasa dari hidup),
6.      Ten-kai (surga atau suka cita; alam kebahagiaan),
7.      Shomon-kai (kesarjanaan; alam orang yang merasakan kebahagiaan keilmuan),
8.      Engaku-kai (penciptaan; alam kejiwaan, dimana orang menghargai kesenangan penciptaan),
9.      Bosatsu-kai (bodhisattva; alam yang menginginkan kebahagiaan bagi orang lain),
10.  Buk-kai (cita Buddha; alam ke-Buddha-an).
Adapun sepuluh factor yang member ciri kepada segala sesuatu si dunia adalah :
·         Factor jasmaniah;
1.      Nyoze-so (bentuk),
2.      Nyoze-sho (naluri),
3.      Nyoze-tai (wujud),
·         Factor keberlangsungan hidup;
4.      Nyoze-riki (daya),
5.      Nyoze-sa (kegiatan),
6.      Nyoze-in (faktor dari dalam),
7.      Nyoze-en (factor dari luar),
8.      Nyoze-ka (efek terpendam; efek yang bersifat potensial),
9.      Nyoze-ho (efek nyata/tampak),
10.  Nyoze-honmatsu-kukyoto (perpaduan dari Sembilan factor lain)
Sedangkan tiga dunia (san-ken) adalah :
1.      Go-on Seken (dunia kesatuan; lingkungan panca skandha),
2.      Shujo Seken (dunia dari makhluk hidup),
3.      Kokudo Seken (dunia dari lingkungan).
III.        Hari Besar
Sebagaimana halnya pada agama, dalam sekte Nichiren juga terdapat hari-hari khusus yang diperingati oleh umatnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
§  Hari Moksanya Sang Buddha Sakyamuni 15 Pebruari Setelah 45 tahun membabarkan Dharma, Buddha Sakyamuni memasuki Nirvana, ketenangan yang sempurna, pada usia 80 tahun di Kusinagara
§  Hari Lahirnya Nichiren Shonin’s 16 Februari Nichiren Shonin lahir pada tanggal 16 pebruari 1222 di Kota Kominato, Chiba – Jepang
§  Hari Lahirnya Buddha Sakyamuni 8 April Sakyamuni Buddha lahir di Taman Lumbini, pada tanggal 8 April 565 SM, sebagai seorang pangeran dari Suku Sakya
§  Pernyataan Pendirian Hukum Agung Nichiren 28 April Nichiren Shonin mengumunkan tentang pendirian hati kepercayaanya kepada Saddharma Pundarika Sutra di Kuil Seichoji di kota kelahirannya, Kominato pada tanggal 28 April 1253.
§  Pengasingan Ke Semenanjung Izu, 12 Mei Pada tahun 1260, Nichiren Shonin setelah menyampaikan hasil tulisan dengan judul “Rissho Ankoku Ron” dan menyampaikan kepada pemerintah akan kepercayaan yang salah. Pada tanggal 12 mei 1261, Nichiren memasuki pengasingannya di Semenanjung Izu karena penyampaian tulisannya itu.
§  Penganiayaan Matsubagayatsu 27Agustus Penyampaian tulisan Nichiren yang berjudul Rissho Ankoku Ron telah menyebabkan banyak pihak yang tidak suka dengan Nichiren, melakukan penyerangan terhadapNya dan membakar tempat tinggalnya di Matsubagayatsu pada tanggal 27 Agustus 1260
§  Penganiayaan Tatsunokuchi 12 September Pada tahun 1271, pemerintah yang tidak menyukai penyebaran ajaran Nichiren dan menangkap Beliau dan membuangnya ke Pulau Sado. Pada tanggal 12 September dalam perjalanan ke Pulau Sado, Nichiren ingin dibunuh di Tatsunokuchi, tetapi Beliau selamat karena adanya cahaya misterius dari angkasa.
§  Pengasingan ke Pulau Sado 10 Oktober Setelah gagalnya rencana pembunuhan di Tatsunokuchi, Nichiren diasingkan ke Pulau Sado pada tanggal 10 Oktober 1271, Beliau tinggal disana selama 3 tahun.
§  Upacara Oeshiki, 13 Oktober Dalam perjalanan dari Gunung Minobu ke permandian air panas Hitachi atas penyakitnya, Nichiren Shonin mengakhiri hidupnya selama 60 tahun di kediaman Ikegami Bersaudara,Tokyo pada tanggal 13 Oktober 1282
§  Penganiayaan Komatsubara 11 Nopember Nichiren Shonin dan para muridnya diserang oleh pasukan penguasa Kagenobu Tojo dan para sekutunya dalam perjalanan di tengah hutan Komatsubara dalam wilayah Tojo’s pada tanggal 11 Nopember 1264. Nichiren Shonin mendapatkan luka di kepalanya dan seorang muridnya terbunuh.

IV.        Karya-karya Nichiren Daishonin
Selama hidupnya, Nichiren Daishonin telah menghasilkan banyak Karya, diantaranya adalah :
1.      Kanjin-no-Honzon; berisi tentang terori Ichinen-Senzen yang dikembang-kan oleh Nichiren Daishonin. Dia menulis buku ini dalam usia 50 tahun (1217) saat diasingkan ke pulau sado.
2.      Hokke-Shukyu-Sho; sebuah risalah yang menerangkan tentang “tiga hokum rahasia besar”. Karya ini diselesaikan di gunung minobu.
3.      Rissho Ankokuron; berisii tentang keamanan Negara berdasarkan ajaran Buddha yang sejati. Karya ini dibuat dengan mengutip 3 buah sutra; Yakushi-kyo, Daishitsu-kyo dan Konkomyo-kyo. Karya ini selesai dikodifikasi pada 16 Juli 1260 di kuil Jisso-ji.
4.      Ho on Syo; karya sastra yang berisi tentang ajaran balas budi (ditujukan kepada gurunya yang dihormati, Bikkhu Dozenbo).
Adapun karya-karya lainnya berbentuk Gosyo (surat). Kebanyakan dari Gosyo tersebut berisi tentang kritik dan nasehat yang ditujukan dan diserahkan kepada para pembesar pada masa itu.
C.    NICHIREN SHU DI INDONESIA
Nichiren Shoshu mulai berkembang luas di Jepang, setelah Perang Dunia II di bawah pendudukan tentara Amerika, yang membebaskan kehidupan beragama. Para penganut membentuk organisasi bernama Sokagakai dan kemudian menjadi wadah dan motor penggerak penyiaran sekte ini.
Shintaro Noda, pegawai Nissho Iwai, sejak tahun 1920-an telah menetap di Indonesia, sempat menjadi tawanan tentara sekutu di Jawa dan Australia, dan karena itu menderita berbagai penyakit, akhirnya dipulangkan tentara sekutu ke Jepang. Di Jepang beliau bergabung dengan Sokagakkai dan menganut Nichiren Shoshu berhasil sembuh dari penyakit.
Pada akhir tahun 1940 akhir Shintaro Noda kembali bertugas di Indonesia sekaligus menyebarka dan menjadi pimpinan Nichiren Shoshu di Indonesia sampai awal tahun 1970-an dan secara organisatoris berafiliasi kepada Sokagakkai yang ada di jepang dan kemudian hari membentuk Sokagakkai internasional. Namun pada tahun 1967 didirikanlah yayasan Nichiren Shoshu Indonesia (NSI), yang sebenarnya dipimpin oleh seorang non Nichiren, melainkan saudara sepupu dari seorang penganut Nichiren. Kondisi ini akhirnya menimbulkan kekacauan kepemimpinan karena pimpinan de facto Shintaro Noda yang berkewarganegara-an Jepang tidak dapat menjadi pemimpin secara formal. Akhirnya pada awal tahun 1970-an Shintaro Noda disingkirkan dari kepemimpinan, dan munculah pimpinan baru, Senosoenoto, suami dari Keiko Sakurai seorang anggota sokagakkai.
Di kemudian hari Senosoenoto berhasil mengajak kawannya, Soekarno-seorang mantan menteri pada masa Orde Lama-menjadi penganut dan kemudian menjadi salah satu pucuk pimpinan NSI. Soekarno sangat aktif dalam organisasi agama buddha di Indonesia, ia juga mewakili NSI dalam mendirikan organisasi WALUBI. Soekarno wafat pada tahun 1981.
Sejak akhir tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1980, NSI berkembang dan mencapai puncak kejayaannya. Sebagaimana umumnya pekembangan organisasi, bilamana telah berkembang pesat, maka pada tahap-tahap tertentu muncul masalah rule of the game (aturan main), management asset&financial, dan mekanisme pertanggungjawabab kepemimpinan organisasi. Akhirnya Tahun 1986 muncul usulan dan tuntutan untuk membuat AD dan ART NSI, yang memang belum ada. Draf AD ART disusun dan dibuat oleh 9 orang atas permintaan Senosoenoto, yang dikemudian hari dikenal sebagai kelompok 9.
Inisiatif kelompok sembilan ini tidak terakomodasi, mereka disingkirkan, AD ART NSI tak kunjung terwujud, mereka lalu membuat Yayasan Visistakaritra pada tgl 16 Februari 1987. yang secara subyektif berorientasi pada Sangha Nichiren Shoshu.
NSI sendiri sepeninggalan almarhum Senosoenoto, terpecah 2 karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang akan menjadi ketua umum berikutnya, antara kubu pendukung wakil ketua umum Johan Nataprawira dan kubu wakil ketua umum Keiko Senosoenoto. Dalam suatu muktamar akhirnya terpilihlah Suhadi Sendjaja dari kubu Johan Nataprawira. Namun keberadaan ini ditentang oleh Sangha Nichiren Shoshu. Akibatnya Suhandi Senjaya dikeluarkan dari Nichiren Shoshu dan organisasi NSI tidak diakui sebagai ormas penganut Nichiren Shoshu di Indonesia.
Kubu Keiko Senosoenoto mendirikan yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (BDI), dan mengangkat anak perempuaannya, Aiko Senosoenoto sebagai ketua umum sampai sekarang ini. BDI-sekitar tahun 2000-bersama Sangha Nichiren Shoshu membentuk Yayasan Pendidikan Sangha Nichiren Shoshu Indonesia yang diketuai oleh mantunya Keiko Senosoenoto dan Rusdy Rukmarata, suaminya Aiko Senosoenoto.Yayasan Sangha ini "memiliki" memiliki dua buah kuil, Myogan-ji terletak di Megamendung dan Hosei-ji teletak di Jakarta. Kedua Kuil tersebut dipimpin Kepala Kuil Bhikku dari Kuil Pusat Taiseki-ji Jepang.
Pada tahun 1992 terjadi pertikaian antara Sangha Nichiren Shoshu (di Jepang) dengan Sokagakkai (Sokagakkai internasional) dan berakibat Sokagakkai membentuk sekte tersendiri dan diberi nama Nichiren Sekai Shu. Kejadian ini juga berimbas ke Indonesia, sebagian umat Nichiren Shoshu yang ada membentuk kelompok baru bernama Sokagakkai Indonesia yang berpusat di Kemayoran Jakarta, dan menjadi penganut sekte Nichiren Sekai Shu, yang tentu saja didukung oleh Sokagakkai internasional.
Berikut adalah peta perkembangan sekte Nichiren[11] :
Berawala dari Nichiren Daishonin
(tanda + menunjukkan sebagai pemilik garis keturunan[murid utama/langsung dari Niciren Shonin], tanda | menunjukkan generasi pertama [murid dari murid utama], tanda || menunjukkan generasi ke dua [murid dari generasi pertama], dan begitu seterusnya, tanda --------- menunjukkan asal/dasar alirannya)
+Nissho (Sekte Nissho) —————–[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Hamada, Myohokeji; Murata, Myohoji)
| + Nichiyu (Garis Keturunan Hamada) ——–[Nichiren Shu] (Hamada, Myohokeji)
| + Nissei (Garis Keturunan Murata )———- [Nichiren Shu] (Murata, Myohoji)
+ Nichiro (Sekte Nichiro) —————[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Hikigayatsu, Myohonji; Ikegami, Honmonji)
| + Nichizo (Sekte Shijo) ——–[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Myokenji)
| | + Nichijitsu —————–[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Myokakuji)
| | | + Nichien ———–[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Honkakuji)
| | | | + Nichi’o ( Sekte Fujufuse )
| | | | | + Nichiju (Garis Keturunan Myokakuji)———[Nichiren Shu Fuju Fuse-ha] (Okayama, Myokakuji)
| | | | | + Nisshu (Garis Keturunan Honkakuji) ———- [Nichiren Komonshu] (Okayama, Honkakuji)
| | | + Nissei
| | | | + Getsumei
| | | | | + Nisshin (Sekte Honryuji) ——————- [Garis Keturunan Hokkeshu Shinmon-] (Pendiri Kuil: Kyoto, Honryuji)
| | | | | + Nichijitsu [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil : Kyoto, Ryuhonji)
| | | | + Nikkei
| | | | | + Nichi’o —————————————- [Honmon Hokkeshu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Myorenji)
| | | | + Nichiryu (Nichiryu Garis Keturunan, Sekte Happon) ———- [Hokkeshu Honmon-ryu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Honnoji)
| | | | | + Nissen (Garis Keturunan Nissen) ———————– [Honmon Butsuryu-shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Yuseiji)
| + Nichirin (Garis Keturunan Ryozan)
| + Nichizen
| + Nichiden (Garis Keturunan Hondoji) ———- [Nichiren Shu] (Hiraga, Hondoji)
| + Nippan ——————————-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Fukuchiyama, Joshoji)
| + Nichi’in —————————— [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Echigo, Honseiji; Kyoto, Honkokuji)
| | + Nissei (Sekte Rokujo, Garis Keturunan Honkokuji) [Nichiren Shu] (Kyoto, Honkokuji)
| | | + Nichijaku [Nichiren Shu] (Kamakura, Myohoji)
| | | + Nichiden
| | | | + Nisshu —— [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Honmanji)
| | | | + Nicho ——– [Nichiren Shu] (Nirayama, Honryuji)
| | | + Nitchin (Pendiri Kuil: Kyoto, Honzenji)
| | | | + Nichizon (Garis Keturunan Honseiji) —–[Hokkeshu Jinmon-ryu]
| | | | + Nitto (Garis Keturunan Honzenji) —–[ Garis Keturunan Hokkeshu Jinmon]
| + Nichigyo —————————– [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Daimyoji)
| + Rokei ——————————– [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Nakanobu, Horenji)
+ Nikko (Nikko, Sekte Fuji) (Pendiri Kuil: Fuji, Taiseikiji, Omosu, Honmonji)
| + Nichimoku (Garis Keturunan Taisekiji)
| | + Nichido ——————————— [Nichiren Shoshu] (Fuji, Taisekiji)
| | + Nichigo [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Hota, Myohonji; Koizumi, Kuonji);
(Hota, Myohonji) —————– [Independent temple]
(Koizumi, Kuonji) —————- [Nichiren Shu]
| | | + Nichijaku (Pendiri Kuil: Niko, Josenji)
| + Nikke ————————————-[Nichiren Honshu] (Pendiri Kuil: Sanuki, Honmonji; Kyoto Shimojo, Myorenji)
| + Nichizon (Garis Keturunan Nichizon) —————[Nichiren Honshu] (Pendiri Kuil: Aizu, Jitsujoji; Kyoto, Jogyoin)
| | + Nisshin (Pendiri Kuil: Kyoto, Yoboji) ————- [Nichiren Honshu] (Kyoto, Yoboji)
| + Nichidai (Nishiyama, Honmonji) ————[Honmon Shoshu]
| + Nichimyo ———————————-[Nichiren Shu] (Omosu, Honmonji)
| + Nitto —————————————[Nichiren Shu] (Scholastic Adminsitrator of the Omosu Seminary, Honmonji)
| + Nichiman ———————————-[Nichiren Shu] (Pulau Sado, Abutsu, Myosenji)
+Niko (Minobu, Sekte Mobara) (Pendiri Kuil: Mobara, Myokoji)
| + Nisshin (Sekte Minobu)
| | +Nichide —————————-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Mishima, Honkakuji; Kamakura, Honkakuji)
| | | + Nichi’i ——————-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Myodenji)
| + Nisshu (Sekte Mobara)
+ Nitcho —————————————–[Nichiren Shu] (meninggalkan Mama, Guhoji masuk ke Seminari Omosu)
+ Nichiji (Garis Keturunan Matsuno) ———————[Nichiren Shu] (Matsuno, Ren’eiji)
+ Nichijo (Toki Jonin) (Sekte Nakayama) ——-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Jakunomiya, Hokkeji; Nakayama, Honmyoji)
| + Nisshin [Nichiren Shu] (Kyoto, Honpoji)
| + Nichiju (Nichiju Sekte) ———————-[Kempon Hokkeshu] (Pendiri Kuil: Kyoto, Myomanji)
+ Nippo ——————————————[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Okamiya, Kochoji; Kyusoku, Ryushoji)
+ Nichii ——————————————[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Ikeda, Honkakuji)
+ Nichigen ————————————— [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Soshigaya, Homyoji; Himonya, Hokkeji)
+ Nichiben —————————————[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Jusu, Jusanji; Mine, Homyokoji)
+ Tenmoku —————————————[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Shimoya Sano, Myokenji; Shinagawa, Honkoji)
+ Nissei ——————————————-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Sado, Myoshoji)
+ Nikke ——————————————-[Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kominato, Tanjoji)
+ Nippo —————————————— [Nichiren Shu] (Pendiri Kuil: Kazusa, Myokakuji




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang kami dapatkan setelah mempelajari materi-materi tentang Nichiren Shoshu dan menyusun makalah ini adalah sebuah gambaran (concept) tentang sekte yang didirikan oleh Nichiren Daishonin beberapa abad yang lalu. Bahwa Nichiren Daishoni mendirikan sekte ini dengan tujuan mengingkari dan memperbaharui semua sekte yang ada. Karena menurunya semua sekte tersebut telah menyimpang dari ajaran-ajaran yang diturunkan oleh Buddha Sakyamuni.
Secara esensial, Sebenarnya aliran ini sama dengan sekte-sekte lain, yakni didirikan dengan tujuan baik. Sekte-sekte tersebut didirikan oleh pendirinya untuk mempeerbaharui dan meperbaiki tatanan masyarakat yang dinggap telah keluar dari garis-garis kebenaran yang telah ditetapkan oleh tuhan.
Jika ditinjau dari segi pendirinya, maka semua sekte tersebut, bahkan agama sekalipun akan menjadi sesuatu yang sangant subjektif dan dipenuhi dengan gagasan-gagasan yang bersifat konseptual. Namun, sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli, agama adalah sesuatu yang dogmatif, normative dan tidak bisa dipertentangkan dengan akal atau rasio. Karena yang dibahas didalamnya adalah sesuatu keberadaan yang “maha” diluar nalar. Jadi, cara menkajinya adalah dengan akal yang didasari keyakinan.
Terakhir kalinya, kami selaku penyusun makalah ini memohon maaf sebesarnya jika ada kekurangan atau kesalahan dalam makalah yang kami susun ini. Kami harap masukan dakn koreksinya, sebagai referensi bagi kami kedepannya.





DAFTAR PUSTAKA
1.      Suwarto; “Buddha Dharma Mahayana”, Palembang : Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Cetakan Pertama, 1995.
2.      Djam’annuri, agama jepang , PT Bagus Arafah. Yogyakarta 1981.
3.      Romdhon, dkk., Agama-agama Di Dunia”, Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press, cetakan pertama1988.
4.      Dr.M.Ghallab, “Filsafat Timur”, Penerbit Saeful, Medan, 1950.
5.      Alisoro, Eko, “Faham Niciren Syosyu dalam Yayasan Sabdha Pandhita Buddha Dharma Indonesia”, Penelitian, diunduh dari : google.com. 
6.      bhagavant.com, Sejarah Perkembangan Buddhisme Di Indonesia”; bhagavant.com
8.      About Nichiren Shoshu Indonesia, nichiren-shoshu-indonesia.org.
9.      Soka Gakkai Indonesia, sokagakkai.or.id/
10.  Mempelajari Sejarah Agama Buddha & Aspek Mistiknya dan Perkembangannya Di Indonesia, diunduh dari : sarapanpagi.org
11.  Soka Gakkai Internasional, sgi.org.
12.  The Life of Nichiren, diunduh dari : sgi.org
13.  Tarabini, Shoryo, “Perbedaan dan Persamaan antara Nichiren Shu, Nichiren Shoshu dan Soka Gakkai, diunduh dari : nshi.org.
14.  Introduction To Nichiren Shoshu Buddhism, diunduh dari : www.nichirenshoshumyoshinji.org
15.  History of SGI (Soka Gakkai Internasional), diunduh dari: www.sgi.org  
16.  Agama Buddha di Jepang, diunduh dari : www.buddhakkhetta.com
17.  Nichiren Shoshu, diunduh dari : ms.wikipedia.org/wiki/Nichiren_Shoshu.
18.  Buddha Aliran Nichiren, www.vincentspirit.blogspot.com  
19.  Nichiren Shosu, diunduh dari id.wikipedia.org/wiki/Nichiren_Shoshu.


[1] Eko Alisoro, Faham Niciren Syosyu dalam Yayasan Sabdha Pandhita Buddha Dharma Indonesia, proyek penelitian keagamaan, hal. 01.
[2] Drs. Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, diterbikan oleh : Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Palembang 1995, hal. 520.
[4] ibid
[5] Riwayat Hidup Nichiren Daysyonin;  chandranio.blogspot.com/2011/03/blog-post.html

[6] Nichiren, Birth, education, initial teaching; en.wikipedia.org/wiki/Nichiren

[7] Riwayat Hidup Nichiren Shonin, nshi.org/?p=78
[8] Drs. Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, diterbitkan oleh : MABMI; Palembang 1995.
[10] Drs. Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, diterbitkan oleh MABMI, Palembang 1995; hal. 522
[11] Aliran Nichiren Shu, diunduh dari http://www.nshi.org/?p=174.

1 komentar:

  1. HERAN DULU BERSATU................BESAR BERANTEM.................FROM KONGLIM BOISE IDAHO USA

    BalasHapus