I.
PENDAHULUAN
Telah diceritakan di dalam setiap
kitab suci agama-agama wahyu terbesar di dunia (agama-agama keluarga ibrahim),
bahwa manusia yang diciptakan pertama kali (adam), telah beragama dan
berkeyakinan. Namun, bagi para penganut ateisme, data-data tersebut tidak dapat
diterima dan dipertanggungjawabkan. Walaupun Pada kenyataannya, Agama telah ada
pada semua lapisan masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan sejak awal
permulaan sejarah umat manusia yang tercatat dalam sejarah.
Namun, dengan tidak adanya catatan
sejarah yang valid tentang siapakah manusia atau kelompok masyarakat pertama
yang ada di muka bumi, menyebabkan kebingungan dan perbedaan persepsi di antara
para ahli tentang awal-mula agama, apakah benar
manusia pertama (dalam bentuk yang telah sempurna) telah beragama, atau malah sama sekali tidak berkeyakinan. Sehingga muncullah berbagai macam spekulasi tanpa dasar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya. Hal ini mendorong para ahli untuk menyusun cara-cara, metode-metode serta teori untuk dapat menyelidiki permasalahan tersebut. Sehingga dapat ditemukan titik temu antara kedua kelompok tersebut.
manusia pertama (dalam bentuk yang telah sempurna) telah beragama, atau malah sama sekali tidak berkeyakinan. Sehingga muncullah berbagai macam spekulasi tanpa dasar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya. Hal ini mendorong para ahli untuk menyusun cara-cara, metode-metode serta teori untuk dapat menyelidiki permasalahan tersebut. Sehingga dapat ditemukan titik temu antara kedua kelompok tersebut.
II.
PEMBAHASAN
Agama sudah terdapat pada semua lapisan
masyarakat dan seluruh tingkat peradapan dan kebudayaan sejak awal permulaan
sejarah umat manusia[1].
Namun, pada kenyataannya, tidak pernah ditemukan data valid yang dapat membuktikan
bahwa peradaban tertua yang terdapat di dalam catatan sejarah adalah
benar-benar merupakan peradaban tertua di muka bumi ini. Kenyataan tersebut,
menyebabkan tumbulnya banyak keraguan serta spekulasi-spekulasi yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Hesiod dalam tulisannya Theogony,
telah melakukan usaha pertama untuk meng-himpun cerita-cerita dan
kisah-kisah tentang dewa-dewa yunani dalam satu kesatuan yang tetap. Kemudian Herodotus
(484-425 S.M.) menyatakan bahwa semua manusia sama mengetahui tentang hal-hal
ketuhanan. merangsang para ahli untuk menyelidiki dan mempelajari. Namun kedua
tokoh ini tidak dianggap sebagai tokoh yang kritis terhadap agama[2].
Keadaan dimana banyak spekulasi tentang bagaimana,
kapan dan mengapa timbul agama, sebenarnya baru muncul pada masa seratus tahun
belakangan ini. Lebih tepatnya setelah teori evolusi muncul di abad ke-19 dan
berkembangnya ilmu kritik sejarah. Hal mana membuat orang kembali
mempertimbangkan tentang evolusi agama dan menyusun berbagai spekulasi tentang
asal-usul agama. Kenyataan tersebut pada akhirnya merangsang timbulnya minat
para ahli untuk menyelidiki, meneliti dan mempelajari secara bersunggu-sungguh
tentang asal-usul agama, yang akhirnya muncullah sebuah metode tentang
cara-cara mempelajari agama-agama yang dinamakan ilmu perbandingan agama. Salah
satu metode yang digunakan adalah metode Pendekatan Antropologis.
Pendekatan
Antropologis adalah sebuah metode dalam ilmu perbadingan agama yang digunakan
dalam mempelajari hubungan antara agama dan masyarakat. Sebagaimana halnya
dengan metode pendekatan sosiologis. Namun, objek penyelidikan metode antropo-logis lebih condong pada masayarakat primitif dan
agama/keyakinan yang dianutnya. Lebih jelasnya adalah, suatu usaha manusia untuk
menelusuri, menyelidiki serta mempelajari asal usul dan pertumbuhan agama
secara umum, melalui penelitian terhadap kelompok-kelompok masyarakat primitif.
Tujuannya
ialah untuk mendapatkan
sebuah penjelasan tentang kapan, bagaimana serta mengapa agama bisa muncul.
Biasanya, para antropolog-dalam penyelidikannya-menggunakan metode
pendekatan budaya. Hal mana, yang menjadi objek penyelidikan atau pembelajaran
adalah budaya (agama, kepercayaan, ritual dan sebagainya) yang ada pada
masyarakat primitif tersebut. Kemudian akan menghasilkan sebuah teori tentang
bagaimana bentuk awal dari agama atau, apakah berbentuk sebuah kepercayaan atau
malah tidak ada bentuk sama sekali.
Berikut ini adalah beberapa macam
teori yang pernah muncul :
- Animisme (Evolusi)
Pada tahun 1871, Edward B. Tylor
(1832-1917) seorang antropolog inggris, di dalam bukunya Primitive Culture,
ia berteori bahwa animisme adalah bentuk awal dari seluruh agama
yang ada pada saat ini. Menurut teori ini, masyarakat primitif telah
berkeyakinan bahwa setiap manusia didiami oleh suatu jiwa yang bersifat non
materi, sewaktu ia bermimpi, jiwanya sementara terpisah dari badannya dan kalau
manusia itu mati, maka jiwa itu terpisah dari badan untuk selamanya. Akan
tetapi hidup dan bertempat pada berbagai benda. Kemudian berkembang menjadi fetishisme,
penyembahan terhadap alam semesta, kemudian politheisme, percaya
pada banyak tuhan, dan akhirnya monotheisme atau percaya pada satu
tuhan.
- Totemisme (Evolusi)
Pada masa yang sama, seorang ahli
sosiolog dan filsafat, Herbert Spencer (1820-1903) juga berteori bahwa agama
itu berasal dari khayal atau dari roh-roh orang-leluhur- yang
telah mati dan kemudian disembah sebagai dewa-dewa. Menurutnya, disebabkan oleh
kebiasaan manusia zaman dahulu untuk menyebut dirinya dengan sebuah nama
tambahan yang diambil dari nama binatang. Kemudian bila orang itu telah
meninggal, nama tambahannya akan tetap diingat dan apabila rohnya disembah
sebagai roh leluhur, maka nama tambahan tadi akan menyebabkan timbulnya paham
totem dan adat penyembahan kepada binatang.
Akan tetapi kedua tokoh tersebut tidak
bisa membuktikan bahwa orang primitif pada zaman pra sejarah sudah mempunyai
pemikiran seperti ini, maka teori tentang perpindahan penyembahan dari roh-roh kepada
dewa atau tuhan dianggap hanya berdasarkan rekaan-rekaan semata[3].
- Animatisme (evolusi)
Kemudian pada tahun 1899, R.R. Marett
mengajukan sebuah teori yang kemudian dianggap sebagai penyempurnaan terhadap
teori animisme[4],
dan disebut sebagai teori Animatisme atau pra-animisme. Ia
berpendapat bahwa penyembahan terhadap roh-roh bukanlah kepercayaan yang
tertua. Menurutnya, kepercayaan yang tertua adalah kepercayaan terhadap suatu
kekuatan yang bersifat nonpribadi yang hidup di dunia ini. Teori tersebut sangat
mirip dengan teori magis. Dan memang jalan pikiran Marett sangat erat dengan
dengan paham mana yang terdapat di kalangan suku-suku Malensia di
kepulauan Pasifik.
- Magis (Evolusi)
Beberapa tahun sebelum R.R. Marett
mengeluarkan teorinya, lebih jelasnya pada tahun 1890, James Frazer (1854-1941)
telah menulis sebuah buku yang berjudul The Golden Bough. Ia berpendapat
bahwa magis merupakan tingkatan awal dari kepercayaan manusia atau setidaknya
merupakan tingkatan persiapan kea rah beragama. Dan di balik [ke]ma-gis[an]
tersebut, ada sebuah kekuatan rohaniah yang menjadi ide dan mendasari semuanya.
Magis dianggap sejenis ilmu primitif, dimana manusia membayangkan bahwa mereka
akan dapat mengatur dan mempengaruhi kehidupan mereka sendiri atau orang lain.
Tahapan berikutnya adalah saat manusia mengalami kegagalan-kegagalan dengan
magisnya. Saat itulah mereka membayangkan adanya suatu kekuatan gaib yang dapat
menolong mereka. Pada waktu itulah manusia sampai pada agama. Kemudian, setelah
sampai pada beberapa abad terakhir, dengan kata lain abad moderen, agama
berkembang pada satu bentuk lain, yaitu ilmu pengetahuan.
Akan tetapi kemudian teori tersebut
juga tertolak dalam pandangan para ahli. Karena mereka tidak melihat bukti yang
meyakinkan tentang magis merupakan bentuk awal dari agama. Yang jelas adalah,
bahwa keduanya sama-sama hadir dalam setiap peradaban manusia. Maka pandangan,
bahwa magis berkembang menjadi agama, dianggap tidak berdasarkan sejarah[5].
- Primitif Mentality (Evolusi)
Teori selanjutnya adalah Primitive
Mentality Theory. Teori ini di ajukan oleh Lucien Levi-Bruhl pada tahun
1922. Dengan teorinya ini ia berpendapat, bahwa masyarakat primitif memiliki
semacam pikiran -yang disebutnya pre-logical thinking- yang berbeda
dengan pikiran biasa. ia lebih menekankan perbedaan antara masyarakat primitif
dan moderen. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa semua suku primitif
melihat kematian disebabkan akibat dari kekuatan mistik, bukan disebabkan oleh
sebab-sebab yang alamiah.
- Atheisme (Evolusi)
Teori ateisme dihasilkan dari pemaduan
antara penyelidikan arkeolgi dan penellitian antropologi yang dilakukan oleh
seorang antropolog inggris, John Lubbock (1834-1913) melalui bukunya yang
berjudul The Origin of Civilization and The Primitive Condition of Man.
Di dalamnya terdapat sebuah bagan yang terdiri dari satu skema bercorak
evolusi, dimulai dengan atheism, dalam arti tidak ad aide-ide keagamaan,
kemudian berkembang pada fetishisme, atau penyembahan terhadap alam
semesta, kemudian totemisme, suatu sistem kepercayaan yang mengakui
terdapatnya hubungan antara binatang tertentu dengan suku, kemudian syamanisme,
atau suatu sistem kepercayaan yang berpusat pada shaman (seorang atau pemuka
agama yang dianggap memiliki kekuatan rohani), tahapan selanjutnya ialah anthropomorphisme
atau monotheisme, percaya pada satu tuhan. Sedangkan bentuk yang
terakhir adalah, yang ada sekarang ini, yaitu monotheisme etis, dalam
pengertian dapat membedakan antara kesucian (kekuasaan) dan kesopansantunan (prilaku)
tuhan.
- Urmonotheisme (lawan
teori evolusi)
Urmonotheisme atau monotheisme purba,
adalah lawan dari teori evolusi. Jika arti dari evolusi adalah, berkembangnya
seseuatu dari bentuk yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit, maka teori
urmonotheisme adalah kebalikannya. Teori tersebut, mulanya diajukan oleh Andrew
Lang (1844-1912) seorang ahli cerita rakyat dari Scotlandia.
Kemudian, seorang pendeta katolik
Roma, dan ahli antropologi jerman, Wilhelm Schmidt (1868-1954) memperkenalkan
sebuah bukunya yang berjudul Der Ursprung der Gottesidee –asal usul ide
tentang Tuhan- yang diterbitkannya sebanyak 12 jilid semenjak tahun 1912 hingga
tahun 1955. Buku tersebut merupakan hasil dari penelitian-panjang-nya terhadap
suku-suku primitif, Tieradel Fuegians di Amerika Selatan, Negrittos
Rawanda di Afrika dan suku Andaman dari kepulauan Andaman, di
Samudra Hindia. Di dalam setiap suku tersebut, Ia melihat adanya ide tentang
Tuhan atau Dewa tertinggi. Pandangan ini didukung oleh seorang ahli antropologi
Italia, Reffaele Pettazzoni (1883-1959) yang menonjolkan Dewa langit sebagai
dewa tertinggi.
III.
PENUTUP
Jika kita mengerucutkan atau
mengelompokkan teori-teori yang telah dihasilkan oleh para ahli, maka akan kita
dapatka dua kelompok besar yang berlawanan. Pertama ialah kelompok teori yang
bercorak Evolusi, baik yang diawali dengan animisme atau atheism dan
sebagainaya. Yang kedua adalah kelompok teori yang sangat berlawanan dengan
yang telah disebutkan. Yaitu
teori yang mengusung monoteisme sebagai ide awal dari semua agama yang ada.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Daradjat,
Zakiah dkk., Perbandingan Agama, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Maman,
U. Kh. dkk., Metodologi Penelitian Agama-Teori dan Praktik, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006.
Azhari,
Kautsar Noer., Zainul, M. Bahri., Pengantar Perbandingan Agama, Tanpa
Penerbit, Jakarta, 2008.
[1] Prof.
Dr. Zakiah. Darajat. dkk. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara
1996. hal. 37.
[2] Ibid,
hal. 42.
[3] Prof.
Dr. Zakiah. Darajat. dkk. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara
1996. hal. 43.
[4] Ibid,
hal. 44.
[5] Prof. Dr.
Zakiah. Darajat. dkk. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara 1996.
hal. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar